Apa itu Profesional dan Profesioanlisme?

Edisi 19, 7 Pebruari 2018

Kata ‘profesional’ kadangkala diasosiasikan dengan ‘amatir’.  Ketika kita menggunakan kata tersebut di dunia olah raga maka atlet profesional adalah atlet yang beraktivitas untuk mendapatkan uang, sedangkan atlet amatir adalah mereka yang beraktivitas untuk mendapatkan medali dan mengharumkan nama negara yang dibawanya. 

Dalam konteks bisnis kata ini tidak bersanding lagi dengan ‘amatir’.  Secara umum dikatakan seorang yang profesional adalah seorang yang menjalankan pekerjaannya dengan ‘baik’, sementara seorang disebut tidak profesional bila ia tidak melakukannya dengan ‘baik’.  Fokus diskusi tentunya kemudian ada pada apa yang disebut dengan ‘baik’ tersebut.

Dalam blog ini, kita akan mendiskusikan mengenai lingkup makna yang ada di kata tersebut, bagaimana mispersepsi yang mungkin muncul dan berbagai kasus praktis yang terjadi yang bisa mempunyai efek serius bagi karir seseorang, bagi transaksi yang ada, atau bahkan juga bagi perekonomian sebuah negara.

Kata profesional digunakan di tempat kerja mengacu pada orang yang menjalankan profesi tertentu untuk mendapatkan penghasilan.  Apa profesinya?  Adalah pertanyaan yang umum diajukan ketika kita menceritakan pekerjaan seseorang.

Perkembangan berikutnya muncul ketika ketika kelompok profesional yang sama merasa perlu membentuk asosiasi diantara mereka dan mulai menata profesinya agar diperoleh standard dan kualitas yang diharapkan, serta mendapatkan penghargaan yang baik ketika berinteraksi dengan pihak lain.  Pada saat inilah mulai muncul kode etik profesi, proses sertifikasi profesi, standard kompetensi suatu profesi, dan lain sebagainya.

Adanya kompetensi dan kode etik suatu profesi menunjukan bahwa suatu profesi sudah berhasil menata dirinya dengan baik sehingga stake holder-nya merasa lebih nyaman ketika berinteraksi dengan profesi tersebut.  Dengan pemahaman tersebut, profesi bisa diartikan sebagai kompetensi dan ketrampilan tertentu yang dimiliki seseorang yang bernilai ekonomi.  Profesional adalah orang yang memiliki ketrampilan tersebut dan menampilkan sesuai standardnya untuk mendapatkan kompensasi.

Yang disebut profesi kemudian juga meluas karena tidak hanya terkait sebuah profesi yang spesifik seperti akunting, dokter, psikolog, dll.  Tetapi juga yang lebih general, seperti manajer, ataupun karyawan pada umumnya.  Orang menggunakan istilah karyawan yang profesional dan tidak profesional mengacu pada perbedaan sikap dan perilaku kerja karyawan tersebut.

Kriteria yang dapat membedakan seorang profesional atau tidak kemudian juga mempunyai makna yang lebih luas, tidak hanya terkait dengan standard (compliance) tetapi juga terkait dengan kualitas dan etika.  Kualitas menunjukan seberapa baik output yang dihasilkan.  Etika menunjukan standard moral dalam melaksanakannya.  Inilah yang saya sebut sebagai 3 aspek profesional dan akan dibahas satu per satu pada tulisan lainnya.

Istilah Profesionalisme mengacu pada nilai-nilai yang membangun profesionalitas.   Tentunya terdapat interaksi antara nilai ideal yang seharusnya ada pada diri seorang profesional dengan pergeseran penggunaan istilah itu sendiri.  Pragmatisme yang ada pada manusia modern menyebabkan mereka gamang ketika merangkul nilai-nilai profesional.  Di satu sisi, mereka berharap mereka sedang bertransksi dengan seorang profesional, sehingga bisa dipercaya dan menjaga kualitas dengan baik.  Tetapi di sisi lain ketika mereka sendiri dituntut untuk profesional, mereka mengaplikasikan sebagian nilai dan melupakan yang lain, sesuai dengan kepentingan sesaat yang ada.

Seri tulisan mengenai profesionalisme di dalam blog ini, akan go to basic, berusaha memberikan acuan diskusi mengenai apa itu profesionalisme.  Berusaha mendiskusikan konsep tersebut dalam kaca mata praktis yang ada saat ini.

Tidak dapat dihindari bahwa seberapa pun kita kadang khawatir dan benci mendengar kata itu ketika digunakan pada kita, kita sering menggunakannya untuk menekan orang lain agar memenuhi standard yang kita harapkan.  Karenanya kita perlu membahas istilah ini secara lebih objektif sehingga kemudian bisa mengetahui ketidak-konsistenan yang ada dan menentukan apa yang akan kita lakukan terhadap kesenjangan antara praktek profesionalitas (ataupun ketidak-profesionalan) yang ada dengan yang seharusnya.  Atau antara realitas dan ideal.

G. Suardhika

Soft Skills Trainer

Leave a Reply

Close Menu