Edisi 31, 9 April 2020
Ketika seseorang tengah merasakan beratnya kerja, seringkali orang menghibur diri dengan berkata, ‘tunggulah beberapa tahun lagi saya pensiun’. Pensiun bagi kelompok ini dibayangkan layaknya negeri impian, dimana kita bisa bangun siang, tidak harus memaksakan diri berangkat kerja, tidak harus menghadapi stres deadline dan dimarah-marahi bos.
Tekanan berbagai aspek ini membuat orang tidak bisa menikmati kerjanya dan ketika ia tidak merasa mempunyai pilihan selain tetap bekerja di sana, maka pensiun dirasa sebagai reward. Orang yang overexpectacy terhadap pensiun biasanya akan kecewa pada saat pensiun, karena pada saat itu barulah ia menemukan berbagai sisi negatif dari pensiun, mulai dari berkurangnya penghasilan, kejenuhan, dan lain-lain.
Dalam buku Stumbling on Happiness, Daniel Gilbert seorang psikolog dari Harvard mengemukakan hasil penelitian mengenai buruknya kemampuan manusia untuk meramalkan kebahagiaan. Seseorang profesor yang merasa akan sangat bahagia setelah diangkat sebagai profesor penuh di Universitas, ternyata setelah beberapa saat diangkat, ia merasa biasa saja. Demikianlah contoh yang dikemukan Daniel. Karenanya berhati-hatilah terhadap ‘negeri impian’, semakin tinggi Anda meletakannya, semakin besar peluang Anda untuk kecewa.
Sementara itu, orang yang menikmati kerjanya, melihat konten bukan konteks, bisa mempunyai lebih banyak opsi pada saat pensiun. Mengapa? Karena umumnya orang yang menikmati kerjanya akan selalu mengembangkan keahliannya di bidang tersebut. Disamping itu berorientasi luas, tidak terbatas pada perusahaannya saat ini. Ia bisa melihat dimana keahliannya akan bermanfaat setelah pensiun, walaupun belum tentu dengan kompensasi setinggi saat ini. Menikmati kerja (motivasi intrinsik) dan menemukan makna kerja (work purpose) akan menjadi modal yang besar dalam transisi pensiun.
Sementara itu, mereka yang hanya bekerja karena uang, hanya melihat konteks kerja, biasanya tidak mempunyai cukup ‘nilai pasar’ dari keahliannya. Ia hanya bisa berhasil dalam konteks organisasi tersebut. Tidak banyak alternatif posisi di luar sana yang membutuhkan dia. Bahkan organisasi saat ini, bisa jadi mempertahankan dia hanya karena menghargai jasa-jasanya, dengan kata lain senioritasnya.
Pekerjaan adalah salah satu aspek penting bagi seseorang. Dia adalah sarana untuk mengekspresikan diri dan mendapatkan makna hidup. Karena itu bila orang tidak berhasil mendapatkan makna kerjanya, maka dia sebetulnya kehilangan satu area penting dalam hidupnya.
G. Suardhika
Soft Skills Trainer