Area hidup dan Post Power Syndrome

Edisi 30, 26 Maret 2020

Post power syndrome sesuai dengan namanya, adalah gejala negatif yang muncul karena hilangnya kekuasaan yang tadinya dimiliki seseorang.  Marilah kita memperluas istilah ‘kekuasaan’ tersebut, dalam konteks pensiun, berarti hilangnya kebermaknaan yang didapatkan dari bekerja, selain kekuasaan, ada penghargaan, fasilitas, bahkan kesibukan.  Seberapapun kecil nilai aktivitas seseorang, bahkan bisa menjadi negatif, kalau dia menjadi Bos yang memberikan negative vallue, bukan added value, tetapi bagi dia aktivitas tersebut bermakna menjaga ego-nya (baca juga Babysitting Your Bos (https://produktivitasdiri.co.id/babysitting-your-bos/)

MPD melihat bahwa hilangnya kebermaknaan di area kerja sebetulnya tidak akan mempunyai masalah kalau seseorang mengembangkan diversifikasi kebermaknaan.  MPD mendeskripsikan area hidup diantaranya atas: keluarga, ilmu, pertemanan, hobi, sosial, seperti dapat dilihat pada gambar di atas.  Setiap area tersebut bisa memberikan makna bagi hidup seseorang sepanjang ia melakukan investasi di area tersebut.  Post power syndrome (pps) terjadi karena bagi orang tersebut makna hidupnya hanya digantungkan pada satu area, pekerjaan.

Lebih jauh lagi, pps biasanya terjadi justru pada orang yang menggantungkan makna hidup bukan pada konten pekerjaannya: karena ia menikmati melakukan pekerjaan tersebut, yang sering disebut juga sebagai motivasi intrinsik, tetapi pada kontesknya seperti power, fasilitas, dihormati orang, dan lain sebagainya.

Pps memang sebuah cerita sedih kehidupan.  Seseorang yang mengalami pps, tidak hanya tidak berhasil melakukan diversifikasi makna hidupnya.  Bahkan pada satu-satunya area dimana ia merasa bermakna-pun, ia hanya mendapatkan dari konteks bukan konten.  Layaknya orang yang tidak suka kerja di sana, tetapi hanya di sanalah ia merasa dihargai.  Walaupun penghargaan orang sebetulnya semu dan mereka bersorak ketika Anda pensiun…Ah….

G. Suardhika

Soft Skills Trainer

Leave a Reply

Close Menu