Edisi 03, 3 Mei 2016
Pemasaran tampaknya merupakan praktek manajemen yang berkembang paling pesat. Baik dalam arti penjualan ataupun pemasaran (marketing). Warteg sekarang meriah dengan spanduk tulisan besar. Judul rumah makan juga makin menantang, mulai dari bebek mercon, bebek melotot, ayam terbang, belum lagi martabak, serabi, dan lain sebagainya. Tukang cukur rambut yang dulu identik dengan cukur rambut di bawah pohon, sekarang tampil dengan disain yang beragam dan ‘wah’ dan papan beragam yang sebagian menampilkan kumis.
Sudah tidak aneh bagi kita, bila setiap hari kita menerima tawaran via sms atau bb atau telepon, mulai dari asuransi, kartu kredit, jasa penutupan kartu kredit sampai penjualan produk yang sebetulnya tabu, terkait pornografi.
Ini tentu sebuah perkembangan yang baik, sayangnya tidak dibarengi perkembangan aspek lain dari bisnis, pengembangan produk. Sebagian besar inovasi produk bersifat repackaging, tanpa inovasi di produk secara mendasar. Nasi goreng, ataupun ayam, ataupun bebek, misalnya kadang hanya dibedakan dari tingkat kepedasannya saja.
Over di sales & marketing, under di pengembangan produk tentunya agak memprihatinkan, paling tidak karena beberapa hal berikut ini:
- Hanya Cuma soal waktu saja, sebelum akhirnya konsumen menjadi kecewa atau bahkan sadar sudah ‘ditipu’ dengan promosi yang bombastis.
- Ini menunjukan kurangnya inovasi kita dalam menjadikan sebuah produk superior, yang bisa jadi pada beberapa area industri merupakan tantangan yang lebih besar daripada inovasi dalam pemasaran.
- Ini menunjukan kurangnya kesabaran kita karena inovasi produk biasanya membutuhkan waktu lama untuk menghasilkan return yang diharapkan dibanding inovasi dan usaha pemasaran.
Marketing memang lebih menarik dari pengembangan produk, karena ia terkait dengan hasil jangka pendek. Sementara itu pengembangan produk membutuhkan investasi dan kesabaran yang bisa ber resiko terhadap cash flow.
Tetapi jangan lupa ketika kita hanya membuka restoran tanpa produk yang kuat maka yang terjadi juga investasi yang sia-sia. Adalah sebuah hal biasa saat ini, melihat sebuah tempat disewa oleh satu restoran untuk beberapa bulan saja, sebelum berganti dengan restoran lain. Hampir-hampir sang pengusaha seperti melempar dadu saja, ‘kita coba, mana yang laku’.
Memang ada beberapa inovasi pemasaran, tanpa inovasi produk yang berhasil membuat produk meningkat pesat. Namun, pertanyaannya adalah: akan berapa lamakah keberhasilan itu? Dan berapa banyak kah konsumen yang dibuat kecewa karena merasa dibohongi dengan produk yang tidak sesuperior janjinya? Dan, pada ujungnya, apakah memang kita ingin dikenal sebagai pengusaha yang seperti itu?
G. Suardhika
Soft Skills Trainer
Competency Development Trainer